Minggu, 11 November 2018

Makalah COPD/PPOK


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien COPD”.
Kelompok juga berterima kasih kepada Bpk.Leo Rulino yang telah membimbing kami, sehingga kami dapat mengetahui bagaimana penulisan makalah yang benar berikut dengan materi di dalamanya, sehingga makalah dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Kelompok menyadari, masih banyak kekurangan-kekurangan dalam segi penulisan maupun materi makalah. Sehingga kelompok mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.






                                                                        Jakarta, 13 oktober 2018

                                                                                                                                                                                                                        Penyusun








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang............................................................................................1
B.       Tujuan ........................................................................................................ 2
C.       Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A.  Konsep Dasar Medis
1.      Definisi....................................................................................................3
2.        Anatomi fisiologi...................................................................................4
3.        Etiologi dan faktor resiko.....................................................................10
4.        Patofisiologi...........................................................................................10
5.        Patoflowdiagram....................................................................................11
6.        Tanda dan gejala....................................................................................12
7.        Pemeriksaan penunjang.........................................................................12
8.        Penatalaksanaan medis..........................................................................12
9.        Komplikasi.............................................................................................15
B.  Konsep Dasar Keperawatan
1.        Pengkajian.............................................................................................12
2.        Diagnosa Keperawatan..........................................................................12
3.        Intervensi...............................................................................................19
4.        Implementasi.........................................................................................19
5.        Evaluasi.................................................................................................19
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................20
B.     Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering di gunakan untuk sekelompok peyakit paru-paru yang berlangsug lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit ini lah yang membentuk kesatuan yang di sebut dengan COPD yaitu asma bronchial, bronchitis kronik dan emphisema paru-paru. Atau sering juga disebut Chronic Obstructive Lung Disease (COLD) (Somantri, 2009).
Menurut World Health Organitation (WHO) tahun 2012, jumlah penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan di perkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut di negara berkembang, termasuk negara Indonesia. Indonesia menempati urutan ke-5 tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta jiwa.  Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 didapatkan prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak   3,7% dengan prevalensi terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10%. Sementara untuk provinsi DKI Jakarta prevalensi kejadian PPOK sebanyak 2,7% (Depkes RI, 2013). Prevalensi PPOK berdasarkan wawancara di Indonesia adalah 3,7 persen. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Riskesdas, 2013).
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Helmi Niagara (2013) menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dan riwayat penyakit pernafasan yang diderita menjadi penyebab terjadinya PPOK. Pada penelitian tersebut mayoritas responden berusia 30-60 tahun yaitu 56,9%. Rata-rata responden penderita PPOK berjenis kelamin laki-laki yaitu 90%, pekerjaan berisiko (buruh pabrik, penambang batu bara, dll) yaitu 56,8%, responden yang merokok yaitu 68%, dan mayoritas responden memiliki riwayat penyakit pernafasan yaitu lebih dari 50%.
Dengan tingginya penderita PPOK dan banyaknya kasus di RS, maka mahasiwa perlu belajar tentang PPOK. Selain untuk mengantisipasi diri sendiri, juga dapat mengedukasi keluarga dan masyarakat tentang penyebab dan bahayanya PPOK.  Berdasarkan uraian diatas kelompok tertarik untuk membuat makalah tentang PPOK.


B.  Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.
2.    Tujuan Khusus
a.       Mengetahui pengkajian pada pasien PPOK
b.      Mengetahuin diagnosa pada pasien PPOK
c.       Mengetahui intervensi pada pasien PPOK
d.      Mengetahui implementasi pada pasien PPOK
e.       Mengetahui evaluasi pada pasien PPOK

C.     MANFAAT
1.      Mahasiswa dapat mengetahui cara pengkajian pada pasien PPOK
2.      Mahasiswa dapat mengetahui cara mendiagnosa pada pasien PPOK
3.      Mahasiswa dapat mengetahui cara mengintervensi pada pasien PPOK
4.      Mahasiswa dapat mengetahui cara mengimplementasi pada pasien PPOK
5.      Mahasiswa dapat mengetahui cara mengevaluasi pada pasien PPOK


















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Konsep Dasar Medis
1.    Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik merupakan sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamaya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang sifatnya reversibel parsial, serta adanya respons peradangan paru terhadap partikel atau gas berbahaya (Gold, 2009).

PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara umum ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus, biasanya progresif dan berhubungan dengan peradangan kronis, peningkatan respon dalam saluran udara dan paru-paru dari partikel berbahaya atau gas. (Vestbo et.al., 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit paru yang berlangsung lama dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara disaluran nafas serta adanya respons inflamasi paru terhadap gas berbahaya.

2.    Anatomi fisiologi

Anatomi
a.    Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b.    Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c.   Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

d.  Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e.   Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f.     Paru-paru
Paru-paru ada dua. Paru-paru merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti spons.

Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna:
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru.
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh.
d. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).

Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan , 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan.


3.    Etiologi dan faktor resiko
Etiologi
a.       Asma bronkial, adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkospasmeperiodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeobronkial. Memiliki 3 tipe asma, yaitu asma alergik, non alergik dan asma campuran.
b.      Bronkitis kronis, Adalah radang bronkus atau keadaan yang berkaitan dengan produksi mucus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan 2 tahun secara berturut turut.
c.       Emfisema paru, merupakan gangguan pengembangan paru yang di tandai dengan pelebaran ruang udara di dalam paru-paru di sertai destruksi jaringan.
Perbedaan  ke tiga penyakit tersebut:
a.       Bagian paru yang diserang penyakit
1)      Bronchitis kronis adalah kondisi peradangan yang lebih serius yang terjadi utamanya pada peroko atau yang terpapar paparan polusi udara dalam waktu yang lama, yang menyebabkan kerusakan saluran nafas secara permanen dan membuat kesulitan bernafas.
2)      Asma adalah penyakit kronis yang menyebabkan radang dan penyempitan saluran napas. Orang dengan asma akan mengalami episode obstruksi atau penyempitan saluran napas berulang, yang memiliki karakteristik reversibel baik secara spontan atau melalui pengobatan.
3)      emfisema akan menyebabkan kerusakan pada alveoli. Alveoli adalah sekumpulan kantung-kantung kecil tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

b. Gejala ketika penyakit mulai menyerang
1) Bronkitis kronis dikaitkan dengan batuk terus menerus yang disertai  dengan dahak.
2)      asma akan mengalami sesak napas, dada terasa ditekan, dan mengi saat asma menyerang.
3)      Emfisema paru akan menyebabkan sesak napas yang bisa memburuk hari demi hari.

Faktor resiko
a.    Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu , asap dan gas-gas kimiawi.
1)      Rokok
Merupakan candu bagi setiap orang. Hal ini dapat menyebabkan resiko utama untuk COPD karena tembakau kronis. Di amerika serikat,80-90% kasus PPOK disebebkan oleh merokok. Paparan asap rokok di ukur dalam paket-tahun, rata rata jumlah rokok yang di hisappaket harian di kalikan dengan jumlah tahun merokok. Tidak semua perokok akan mengembangkan PPOK, namun perokok terus menerus memiliki setidaknya resiko 25% setelah 25 tahun. Kemungkinan mengembangkan PPOK, menigkat dengan bertambahnya usia dengan meningkatnya paparan asap komulatif.
2)      Populasi udara
Riwayat terpapar polusi udara di lingkungan tempat kerja dalam waktu yang lama akan dapat meningkatkan resiko PPOK. Selain itu, asap kendaraan, bahan kimia, asap tembakau dan asap pabrik adalah salah satu pemicu yang akan dapat menyebabkan PPOK meningkat atau memburuk bila ternyata si pasien sudah di dignosa dengan penyakit ini.
3)      paparan debu dan gas gas kimiawi
    Paparan jangka panjang terhadap deu, bahan kimia, dan gas industry dapat mengiritasi dan mengakibatkan peradangan saluran napas dan paru paru, sehinggga meningkatkan kemungkinan PPOK. Orang orang dengan profesi yang sering berhadapan dengan paparan debu dan uap kimia, seperti penambang batu bara, pekerja biji bijian, dan pembuatan cetakan logam, memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit ini.
b.    Faktor usia dan jenis kelamin
c.    Adanya infeksi sitem pernafasan akut seperti:  pneumonia, bronkhitis dan asma.
1)      Pada penderita PPOK, faktor lingkungan bisa menginfeksi paru paru yang rusak dengan sangat mudah. Itulah mengapa para penderita PPOK sering membutuhkan vaksin tahunan untuk mencegah pneumonia.
2)       Bronkhitis
Peradangan pada bronkus (bronkial), tabung jalur udara yang bercabang menuju paru paru  bagian kanan dan kiri. Bronkus berfungsi untuk menyalurkan udara yang keluar-masuk paru.
3)      Asma
Penyakit kronis dimana saluran nafas menjadi meradang, menyebabkan obstruksi aliran udara dan kesulitan bernapas. Tidak seperti PPOK, diperkirakan bahwa asma tidak menyebabkan kerusakan paru permanen dan gejala biasanya dapat di kurangi secara spontan atau dengan pengobata.
d.   Kurangnya alfa anti tripsin
Pada perokok yang menderita emfisema, defisiensi alfa-1 antitripsin dapat memperburuk keadaan. Apabila pasien memounyai riwayat merokok dan mengalami difisiensi alfa-1 antitripsin, maka emfisema yang di deritanya akan lebih buruk dari pada pasien yang hanya mempunyai riwayat merokok atau mempunyai defisiensi alfa-1 antitripsin.



4.    Patofisiologi
Bronchitis kronis, emfisema paru dan asma bronchial menyebabkan obstruksi jalan napas. Pada bronchitis kronis dan bronkiolitis, terjadi penumpukan lender dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang di sebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam paru. Protocol pengobatan tertentu di gunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.

PPOK di anggap sebagai penyakit yang beerhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas dan padi padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini.  Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 15-30 tahun. PPOK juga di temukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan gejala klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. PPOK dapat dapat memperburuk perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas, misalnya pada bronchitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas)  paru, contohnya pada emfisima. Oleh karena itu, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada klien lansia dengan PPOK.

5.    Patoflowdiagram

6.    Tanda dan gejala
a.    Batuk, sputum putih/mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen
b.    Batuk dada
c.    Sesak nafas
d.   Mengi  atau wheezing
e.    Ekspirasi yang memanjang
f.     Penggunaan otot bantu nafas

7.     Pemeriksaan penunjang
a.    Tes Faal Paru
1)   Spirometri
Spirometry adalah tes yang membantu mendiagnosa berbagai
kondisi paru-paru yang paling umum adalah obtruksi paru-paru
kronis.
Hasil:
(VEP 1 , VEP 1 prediksi, KVP, VEP 1 /KVP
a)      Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 prediksi (%) dan atau VEP
1 /KVP (%).
b)       Obstruksi : % VEP 1 (VEP 1 /VEP 1 pred) < 80% VEP 1 %
(VEP 1 /KVP) < 75%
c)      VEP 1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
d)     Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
 Uji bronkodilator
a)      Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
b)      Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 atau APE,
perubahan VEP 1 atau APE <20% nilai awal dan <200 ml
c)      Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2)   Peak Flow Meter
merupakan sebuah alat sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur penyakit asma.
b.    Radiologi (foto toraks)
Pada emfisema terlihat gambaran :
1)    Hiperinflasi
2)   Hiperlusen
3)    Ruang retrosternal melebar
4)    Diafragma mendatar
5)   Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop / eyedropappearance)
Pada bronkitis kronik :
1)      Normal
2)      Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
c.    Analisa gas darah
adalah prosedur pemeriksaan medis yang
bertujuan untuk mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida
dalam darah. AGD juga dapat digunakan untuk menentukan
tingkat keasaman atau pH darah.
d.   Mikrobiologi sputum
e.    Computed temography

8.    Penatalaksanaan medis
a. Tentukan masalah yang menonjol
b.    Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)
1) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
2) Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
3) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
4) Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik
Indikasi perawatan ICU
a.    Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat
b.    Kesadaran menurun, atau kelemahan otot-otot respirasi
c.    Setelah pemberian osigen tetap terjadi hipoksemia atau perburukan
d.   Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU
a.    Pengawasan dan terapi intemsif
b.    Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
c.    Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
a. Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
b. Kesadaran
c. Tanda vital
d. Analisis gas darah
e. Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
1.    Pemberian obat-obatan yang maksimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
a. Antibiotik
1) Peningkatan jumlah sputum
2) Sputum berubah menjadi purulen
3) Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
c.    Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.

3.      Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.

4. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.
5.  Kondisi lain yang berkiatan
a) Monitor balans cairan elektrolit
b) Pengeluaran sputum
c) Gagal jantung atau aritmia
6. Evaluasi ketat progesiviti penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi:
a)    Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
b)   Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
c)    Kesadaran menurun
d)   Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg
e)    Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
f)    Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
g)   Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif
h)   Penggunaan NIPPV yang gagal

9.      Komplikasi
Irman somatri (2009), menyatakan komplikasi pada pasien COPD meliputi :
a.        Hipoksemia
Di definisikan sebagai penurunan nilai paO2 < 55 mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan mengalami sianosis.
b.        Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul meliputi nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness dan takipnea.


c.        Infeksi respiratori
Infeksi pernapasan akut di sebabkn karena peningkatan produksi mucus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d.       Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus di observasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga depat mengalami masalah ini.
e.        Kardiak distritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratori.
f.         Status asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan sering kali tidak berespon terhadap terapi yang biasa di berikan. Penggunaan otot, bantu pernapasan dan distensi vena leher seringkali terlihat pada klien dengan asma.



B.  Konsep Dasar Keperawatan
1.   Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Data dasar pengkajian fisik:                           
a.   Aktivitas/ istirahat
Gejala:
1)   Keletihan, kelelahan, dan malaise
2)   Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
3)   Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
4)   Dyspnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
Tanda:
1)   Keletihan
2)   Gelisah, insomnia
3)   Kelemahan umum/ kehilangan massa otot
b.   Sirkulasi
Gejala:
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda:
1)   Peningkatan TD
2)   Peningkatan frekuensi jantung/ takikardia berat, dan disritmia.
3)   Distensi vena leher (penyakit berat).
4)   Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
5)   Bunyi jantung redup (yang b.d peningkatan diameter AP dada).
6)   Warna kulit/ membrane mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis: kuku tabuh dan sianosis perifer.
7)   Pucat dapat menunjukan anemia.
c.   Integritas ego
Gejala:
1)   Peningkatan factor resiko
2)   Perubahan pola hidup
Tanda:
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d.   Makanan/ cairan
Gejala:
1)   Mual/ muntah
2)   Napsu makan buruk/ anoreksia (emfisema)
3)   Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
4)   Penurunan BB menetap (emfisema), peningkatan BB menunjukan edema (bronchitis)
Tanda:
1)   Turgor kulit buruk
2)   Edema dependen
3)   Berkeringat
4)   Penurunan BB, penurunan massa otot/ lemak subkutan (emfisema)
5)   Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegaly (bronchitis)
e.   Hygiene
Gejala:
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda:
Kebersihan buruk, bau badan
f.    Pernapasan
Gejala:
1)   Napas pendek (timbul tersembunyi dengan dyspnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja: cuaca atau episode berulangnya sulit napas (asma): rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
2)   Batuk menetap pada produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama min 3 bulan berturut-turut tiap tahun (sedikitnya 2 tahun). Produksi sputum (hujau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)
3)   Episode batuk timbul-hilang, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
4)   Riwayat pneumonia berulang. Terpajan pada polusi kimia/ iritan pernapasan dalam jangka panjang atau debu/ asap.
5)   Factor keluarga dan keturunan.
6)   Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda:
1)   Penapasan, biasanya cepat, dapat lambat: fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur. Napas bibir (emfisema)
2)   Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi akut bronchitis kronis)
3)   Penggunaan otot bantu pernapasan (meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung)
4)   Dada: dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel): gerakan diafragma minimal.
5)   Bunyi napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema): menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronchitis): ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekpirasi dan kemungkinan secara inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma).
6)   Perkusi: hiperesonan pada area paru (jebakan udara dengan emfisema): bunyi pekak pada area paru (konsolidasi, cairan, mukosa).
7)   Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari4-5 kata sekaligus.
8)   Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku: abu-abu keseluruhan: warna merah (bronchitis kronis, biru menggembung).
9)   Tabuh pada jari-jari (emfisema)
g.   Keamanan
Gejala:
1)   Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ factor lingkungan.
2)   Adanya/ berulangnya infeksi.
3)   Kemerahan atau berkeringat (asma)
h.   Seksualitas
Gajala:
Penurunan libido.
i.    Interaksi social
Gejala:
1)   Hubungan ketergantungan.
2)   Kurang system pendukung.
3)   Kegagalan dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang terdekat.
4)   Peyakit lama/ ketidakmampuan membaik.
Tanda:
1)   Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress pernapasan.
2)   Keterbatasan mobilitas fisik.
3)   Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
j.    Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala:
1)   Penggunaan/ penyalahgunaan obat pernapasan.
2)   Kesulitan menghentikan merokok.
3)   Penggunaan alcohol secara teratur.

2.      Diagnosa keperawatan
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.

3.      Intervensi
a.       Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil
1)      Suara nafas vesikuler
2)      Menunjukkan jalan nafas paten
3)      RR 16-20x/menit
4)      SaO2 100%
5)      Batuk (-)
6)      Sekret berkurang
7)      Tidak terjadi dispnea
Intervensi:
Kaji
1)   Kaji frekuensi pernafasan
2)   Kaji bunyi nafas
Mandiri
1)   Catat adanya derajat dispnea
2)   Observasi karakteristik batuk
3)   Berikan posisi semi fowler/ nyaman
4)   Lakukan suction
Kolaborasi
1)    Pemberian O2
2)   Pemberian obat sesuai indikasi
Edukasi
Beri penkes tentang bahaya penyakit dan faktor penyebab yang harus di hindari.

b.      Dx 2: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tujuan: setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
1)      Pola napas efektif
2)      Bunyi nafas tambahan (-)
3)      TTV normal
4)      RR 16-20x menit
5)      Melaporkan penurunan dispnea
6)      Menunjukkan perbaikan laju aliran ekpirasi
7)      Sianosis(-)
Intervensi
Kaji
1)         Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
2)         Kaji bunyi napas
3)         Kaji pola napas
4)         Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Mandiri
1)      Observasi TTV
2)      Beri posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
3)      Lakukan suction
4)      Lakukan palpasi
Kolaborasi
1)         Pemberian okigen
2)         Berikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Beri penkes tentang penyakit, pengobatan dan faktor resiko kepada klien dan keluarga.

c.       Dx 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam anoreksia dan mual muntah berkurang.
Kriteria hasil : 
1)      Nafsu makan meningkat
2)      Mual muntah berkurang
3)      IMT normal
Intervensi:
Kaji
1)      Kaji adanya alergi makanan
2)      Kaji kebiasaan diet
3)      Kaji bunyi usus
Mandiri
1)      Beri perawatan oral
2)      Timbang BB sesuai indikasi
3)      Hindari makanan penghasil gas
4)      Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
5)      Beri makan porsi kecil tapi sering
Kolaborasi
1)      Beri vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
2)      Konsul ahli  gizi untuk memberikan nutrisi yang seimbang.

4.      Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
a.       Dx 1: : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Kaji
1)      Mengkaji frekuensi pernafasan
2)      Mengkaji bunyi nafas
Mandiri
1)      Mencatat adanya derajat dispnea
2)      Mengobservasi karakteristik batuk
3)      Memberikan posisi semi fowler/ nyaman
4)      Melakukan suction (tindakan membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap)
Kolaborasi
1)       Memberikan O2
2)      Memberikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Memberikan penkes tentang bahaya penyakit dan faktor penyebab yang harus di hindari.

b.      Dx 2: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Kaji
1)      Mengkaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
2)      Mengkaji bunyi napas
3)      Mengkaji pola napas
4)      Mengkaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Mandiri
1)      Mengobservasi TTV
2)      Memberikan posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
3)      Melakukan suction
4)      Melakukan palpasi
Kolaborasi
1)      Berikan okigen
2)      Berikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Memberikan penkes tentang penyakit, pengobatan dan faktor resiko kepada klien dan keluarga.

c.       Dx 3:Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.


Kaji
1)      Mengkaji adanya alergi makanan
2)      Mengkaji kebiasaan diet
3)      Mengkaji bunyi usus
Mandiri
1)      Memberikan perawatan oral
2)      Menimbang BB sesuai indikasi
3)      Menghindari makanan penghasil gas
4)      Menghindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
5)      Memberikan makan porsi kecil tapi sering
Kolaborasi
1)      Memberikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
2)      Berkonsultasi pada ahli  gizi untuk memberikan nutrisi yang seimbang.

5.      Evaluasi
Tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati  dan tujuan atau kritreia hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
a.       Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
S     :klien mengatakan batuk berkurang
         Klien mengatakan dahak berkurang
O     :Menunjukkan jalan nafas paten
         Suara nafas bersih
         RR, 16-20 x/m
A     :Masalah teratasi
P     :Intervensi dihentikan

b.      Dx 2: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
S     :Klien mengatakan sudah tidak ada bunyi nafas tambahan
Pola nafas nya normal
Sesak nafas berkurang
Kebiruan dikulit berkurang
O     :Pola nafas efektif
         Bunyi nafas berkurang
         TTV normal
          Sianosis berkurang

A     :Masalah teratasi
P     :Intervensi dihentikan


c.       Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.
S       :Klien mengatakan nafsu makan meningkat
          Klien mengatakan sudah tidak lemas
O      :Porsi makan meningkat
          IMT normal
A      :Masalah teratasi
P       :Intervensi di hentikan




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
PPOK adalah penyakit paru yang berlangsung lama dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara disaluran nafas serta adanya respons inflamasi paru terhadap gas berbahaya. Penyebabnya adalah kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu , asap dan gas-gas kimiawi, faktor usia dan jenis kelamin, adanya infeksi sitem pernafasan akut seperti:  pneumonia, bronkhitis dan asma, dan kurangnya alfa anti tripsin. Tanda dan gejalanya adalah batuk, sputum putih/mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen, batuk dada tong pada penyakit lanjut, sesak nafas, mengi  atau wheezing, ekspirasi yang memanjang, dan penggunaan otot bantu nafas. Setelah kami kaji dan diberikan askep didapatkan data yang sesuai dengan di teori mulai dari pengkajian yang tanda gejalanya terdapat bunyi wheezing, sesak nafas, batuk, sputum berwarna putih. Diagnosa yang ditemui yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, dan gangguan pertukaran gas. Kasus dari klien kami sudah mendapatkan penanganan sesuai dengan diagnosa yang didapatkan sehingga status kesehatannya mulai membaik.

B.  Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat profesional dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami PPOK sehingga dapat melakukan pertolongan segera.