KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien COPD”.
Kelompok juga berterima kasih kepada Bpk.Leo Rulino
yang telah membimbing kami, sehingga kami dapat mengetahui bagaimana penulisan
makalah yang benar berikut dengan materi di dalamanya, sehingga makalah dapat
di selesaikan tepat pada waktunya.
Kelompok menyadari, masih banyak kekurangan-kekurangan
dalam segi penulisan maupun materi makalah. Sehingga kelompok mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta,
13 oktober 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................1
B.
Tujuan ........................................................................................................ 2
C.
Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN
TEORI
A. Konsep Dasar
Medis
1.
Definisi....................................................................................................3
2.
Anatomi fisiologi...................................................................................4
3.
Etiologi dan faktor resiko.....................................................................10
4.
Patofisiologi...........................................................................................10
5.
Patoflowdiagram....................................................................................11
6.
Tanda dan gejala....................................................................................12
7.
Pemeriksaan penunjang.........................................................................12
8.
Penatalaksanaan medis..........................................................................12
9.
Komplikasi.............................................................................................15
B. Konsep Dasar
Keperawatan
1.
Pengkajian.............................................................................................12
2.
Diagnosa Keperawatan..........................................................................12
3.
Intervensi...............................................................................................19
4.
Implementasi.........................................................................................19
5.
Evaluasi.................................................................................................19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................20
B.
Saran...........................................................................................................20
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
merupakan suatu istilah yang sering di gunakan untuk sekelompok peyakit
paru-paru yang berlangsug lama dan di tandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
ini lah yang membentuk kesatuan yang di sebut dengan COPD yaitu asma bronchial, bronchitis kronik dan emphisema
paru-paru. Atau sering juga disebut Chronic
Obstructive Lung Disease (COLD) (Somantri, 2009).
Menurut World
Health Organitation (WHO) tahun 2012, jumlah penderita PPOK mencapai 274 juta
jiwa dan di perkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun 2020 mendatang
dan setengah dari angka tersebut di negara berkembang, termasuk negara
Indonesia. Indonesia menempati urutan ke-5 tertinggi di dunia yaitu 7,8 juta
jiwa. Hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 didapatkan prevalensi PPOK di
Indonesia sebanyak 3,7% dengan
prevalensi terbanyak yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 10%. Sementara
untuk provinsi DKI Jakarta prevalensi kejadian PPOK sebanyak 2,7% (Depkes RI,
2013). Prevalensi PPOK
berdasarkan wawancara di Indonesia adalah 3,7 persen. Prevalensi PPOK lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Riskesdas, 2013).
Penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Helmi Niagara (2013) menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaan merokok, dan riwayat penyakit pernafasan yang diderita
menjadi penyebab terjadinya PPOK. Pada penelitian tersebut mayoritas responden
berusia 30-60 tahun yaitu 56,9%. Rata-rata responden penderita PPOK berjenis
kelamin laki-laki yaitu 90%, pekerjaan berisiko (buruh pabrik, penambang batu
bara, dll) yaitu 56,8%, responden yang merokok yaitu 68%, dan mayoritas
responden memiliki riwayat penyakit pernafasan yaitu lebih dari 50%.
Dengan
tingginya penderita PPOK dan banyaknya kasus di RS, maka mahasiwa perlu belajar
tentang PPOK. Selain untuk mengantisipasi diri sendiri, juga dapat mengedukasi
keluarga dan masyarakat tentang penyebab dan bahayanya PPOK. Berdasarkan uraian
diatas kelompok tertarik untuk membuat
makalah tentang PPOK.
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.
2. Tujuan
Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada pasien PPOK
b. Mengetahuin diagnosa pada pasien PPOK
c. Mengetahui intervensi pada pasien PPOK
d. Mengetahui implementasi pada pasien PPOK
e. Mengetahui evaluasi pada pasien PPOK
C.
MANFAAT
1. Mahasiswa
dapat mengetahui cara pengkajian pada pasien PPOK
2. Mahasiswa
dapat mengetahui cara mendiagnosa pada pasien PPOK
3. Mahasiswa
dapat mengetahui cara mengintervensi pada pasien PPOK
4. Mahasiswa
dapat mengetahui cara mengimplementasi pada pasien PPOK
5. Mahasiswa
dapat mengetahui cara mengevaluasi pada pasien PPOK
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Konsep
Dasar Medis
1. Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik
merupakan sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamaya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang sifatnya
reversibel parsial, serta adanya respons peradangan paru terhadap partikel atau
gas berbahaya (Gold, 2009).
PPOK adalah penyakit yang dapat
dicegah dan diobati yang secara umum ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang terus-menerus, biasanya progresif dan berhubungan dengan peradangan
kronis, peningkatan respon dalam saluran udara dan paru-paru dari partikel
berbahaya atau gas. (Vestbo et.al., 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit paru yang berlangsung lama
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara disaluran nafas serta adanya
respons inflamasi paru terhadap gas berbahaya.
2. Anatomi
fisiologi
Anatomi
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal
merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat
persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke
bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang
esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan
merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam
trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan
merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C)
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di
belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan
merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping
ke arah tampuk paru-paru. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil
disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan
pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua. Paru-paru merupakan
alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan
dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ
yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih
tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas
landae rongga thoraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar
yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paru-paru, sisi
belakang yang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan yang menutup sebagian
sisi depan jantung. Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh
fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan
seperti spons.
Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran
gas oksigen dan karbondoksida. Pada pernafasan melalui paru-paru atau
pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat
behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan
membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan
dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbondioksida,
salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah
ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar
melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan
pulmoner atau pernafasan eksterna:
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak
pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru.
c.
Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
d.
Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah
berdifusi daripada oksigen.
Pernafasan jaringan atau pernafasan
interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana
darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin
untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya,
hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida. Perubahan-perubahan berikut
terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna
dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara
yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan
(20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan).
Daya muat udara oleh paru-paru,besar
daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5
liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500
ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan
diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume
udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling
kuat disebut kapasitas paruparu. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang
laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan , 3-4 liter. Kapasitas
itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan
kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan.
3. Etiologi dan faktor resiko
Etiologi
a.
Asma bronkial,
adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasmeperiodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial. Memiliki 3 tipe asma, yaitu asma alergik, non
alergik dan asma campuran.
b.
Bronkitis
kronis, Adalah radang bronkus atau keadaan yang berkaitan dengan produksi mucus
takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan 2 tahun secara berturut
turut.
c.
Emfisema paru,
merupakan gangguan pengembangan paru yang di tandai dengan pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru di sertai destruksi jaringan.
Perbedaan ke
tiga penyakit tersebut:
a.
Bagian paru yang
diserang penyakit
1)
Bronchitis
kronis adalah kondisi peradangan yang lebih serius yang terjadi utamanya pada
peroko atau yang terpapar paparan polusi udara dalam waktu yang lama, yang
menyebabkan kerusakan saluran nafas secara permanen dan membuat kesulitan
bernafas.
2)
Asma adalah
penyakit kronis yang menyebabkan radang dan penyempitan saluran napas. Orang
dengan asma akan mengalami episode obstruksi atau penyempitan saluran napas
berulang, yang memiliki karakteristik reversibel baik secara spontan atau
melalui pengobatan.
3)
emfisema akan
menyebabkan kerusakan pada alveoli. Alveoli adalah sekumpulan kantung-kantung
kecil tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
b. Gejala ketika
penyakit mulai menyerang
1) Bronkitis
kronis dikaitkan dengan batuk terus menerus yang disertai dengan dahak.
2)
asma akan
mengalami sesak napas, dada terasa ditekan, dan mengi saat asma menyerang.
3)
Emfisema paru
akan menyebabkan sesak napas yang bisa memburuk hari demi hari.
Faktor resiko
a. Kebiasaan
merokok, polusi udara, paparan debu , asap dan gas-gas kimiawi.
1)
Rokok
Merupakan candu
bagi setiap orang. Hal ini dapat menyebabkan resiko utama untuk COPD karena
tembakau kronis. Di amerika serikat,80-90% kasus PPOK disebebkan oleh merokok.
Paparan asap rokok di ukur dalam paket-tahun, rata rata jumlah rokok yang di
hisappaket harian di kalikan dengan jumlah tahun merokok. Tidak semua perokok
akan mengembangkan PPOK, namun perokok terus menerus memiliki setidaknya resiko
25% setelah 25 tahun. Kemungkinan mengembangkan PPOK, menigkat dengan
bertambahnya usia dengan meningkatnya paparan asap komulatif.
2)
Populasi udara
Riwayat terpapar
polusi udara di lingkungan tempat kerja dalam waktu yang lama akan dapat
meningkatkan resiko PPOK. Selain itu, asap kendaraan, bahan kimia, asap
tembakau dan asap pabrik adalah salah satu pemicu yang akan dapat menyebabkan
PPOK meningkat atau memburuk bila ternyata si pasien sudah di dignosa dengan
penyakit ini.
3)
paparan debu dan
gas gas kimiawi
Paparan jangka panjang terhadap deu, bahan
kimia, dan gas industry dapat mengiritasi dan mengakibatkan peradangan saluran
napas dan paru paru, sehinggga meningkatkan kemungkinan PPOK. Orang orang
dengan profesi yang sering berhadapan dengan paparan debu dan uap kimia,
seperti penambang batu bara, pekerja biji bijian, dan pembuatan cetakan logam,
memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit ini.
b. Faktor
usia dan jenis kelamin
c. Adanya
infeksi sitem pernafasan akut seperti: pneumonia, bronkhitis dan asma.
1)
Pada penderita
PPOK, faktor lingkungan bisa menginfeksi paru paru yang rusak dengan sangat
mudah. Itulah mengapa para penderita PPOK sering membutuhkan vaksin tahunan
untuk mencegah pneumonia.
2)
Bronkhitis
Peradangan pada bronkus (bronkial), tabung jalur udara
yang bercabang menuju paru paru bagian
kanan dan kiri. Bronkus berfungsi untuk menyalurkan udara yang keluar-masuk
paru.
3)
Asma
Penyakit kronis dimana saluran nafas menjadi meradang,
menyebabkan obstruksi aliran udara dan kesulitan bernapas. Tidak seperti PPOK,
diperkirakan bahwa asma tidak menyebabkan kerusakan paru permanen dan gejala
biasanya dapat di kurangi secara spontan atau dengan pengobata.
d. Kurangnya
alfa anti tripsin
Pada perokok yang menderita emfisema, defisiensi
alfa-1 antitripsin dapat memperburuk keadaan. Apabila pasien memounyai riwayat
merokok dan mengalami difisiensi alfa-1 antitripsin, maka emfisema yang di
deritanya akan lebih buruk dari pada pasien yang hanya mempunyai riwayat
merokok atau mempunyai defisiensi alfa-1 antitripsin.
4. Patofisiologi
Bronchitis kronis, emfisema paru dan asma bronchial
menyebabkan obstruksi jalan napas. Pada bronchitis kronis dan bronkiolitis,
terjadi penumpukan lender dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat
jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang di sebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial menyempit
dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam paru. Protocol pengobatan
tertentu di gunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari
masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.
PPOK di anggap sebagai penyakit yang beerhubungan
dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan paparan
di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas dan padi padian) merupakan faktor resiko
penting yang menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih
dari 15-30 tahun. PPOK juga di temukan terjadi pada individu yang tidak
mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh
enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan gejala klinisnya seperti
kerusakan fungsi paru. PPOK dapat dapat memperburuk perubahan fisiologi yang
berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas, misalnya pada
bronchitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas) paru, contohnya pada emfisima. Oleh karena
itu, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada klien
lansia dengan PPOK.
5. Patoflowdiagram
6. Tanda
dan gejala
a. Batuk,
sputum putih/mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen
b. Batuk
dada
c. Sesak
nafas
d. Mengi atau wheezing
e. Ekspirasi
yang memanjang
f. Penggunaan
otot bantu nafas
7. Pemeriksaan
penunjang
a. Tes
Faal Paru
1) Spirometri
Spirometry
adalah tes yang membantu mendiagnosa berbagai
kondisi
paru-paru yang paling umum adalah obtruksi paru-paru
kronis.
Hasil:
(VEP
1 , VEP 1 prediksi, KVP, VEP 1 /KVP
a) Obstruksi
ditentukan oleh nilai VEP 1 prediksi (%) dan atau VEP
1
/KVP (%).
b) Obstruksi : % VEP 1 (VEP 1 /VEP 1 pred)
< 80% VEP 1 %
(VEP
1 /KVP) < 75%
c) VEP
1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
d) Apabila
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan
memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
Uji bronkodilator
a) Dilakukan
dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
b) Setelah
pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-
20 menit kemudian dilihat perubahan
nilai VEP 1 atau APE,
perubahan VEP 1 atau APE
<20% nilai awal dan <200 ml
c) Uji
bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2) Peak Flow Meter
merupakan
sebuah alat sederhana yang dapat
digunakan
untuk mengukur penyakit asma.
b. Radiologi
(foto toraks)
Pada
emfisema terlihat gambaran :
1) Hiperinflasi
2) Hiperlusen
3) Ruang retrosternal melebar
4) Diafragma mendatar
5)
Jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop / eyedropappearance)
Pada
bronkitis kronik :
1) Normal
2) Corakan
bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
c. Analisa
gas darah
adalah
prosedur pemeriksaan medis yang
bertujuan
untuk mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida
dalam
darah. AGD juga dapat digunakan untuk menentukan
tingkat
keasaman atau pH darah.
d. Mikrobiologi
sputum
e.
Computed
temography
8. Penatalaksanaan
medis
a. Tentukan masalah yang menonjol
b.
Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan
di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi
mekanik)
1) Obat-obatan adekuat diberikan
secara intravena dan nebulizer
2) Terapi oksigen dengan dosis yang
tepat, gunakan ventury mask
3) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal
napas
4) Segera pindah ke ICU bila ada
indikasi penggunaan ventilasi mekanik
Indikasi perawatan ICU
a.
Sesak berat setelah penangan adekuat
di ruang gawat darurat atau ruang rawat
b.
Kesadaran menurun, atau kelemahan
otot-otot respirasi
c.
Setelah pemberian osigen tetap
terjadi hipoksemia atau perburukan
d.
Memerlukan ventilasi mekanik
(invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU
a.
Pengawasan dan terapi intemsif
b.
Hindari inturbasi, bila diperlukan
intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang tepat
c.
Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada
eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah
kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
a. Derajat sesak, frekuensi napas,
pernapasan paradoksal
b. Kesadaran
c. Tanda vital
d. Analisis gas darah
e. Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen
merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan
mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat,
ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2
> 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah
ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup
rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi
oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan
ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation
(NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
1.
Pemberian obat-obatan yang maksimal
Obat yang diperlukan pada
eksaserbasi akut
a. Antibiotik
1) Peningkatan jumlah sputum
2) Sputum berubah menjadi purulen
3) Peningkatan sesak
Pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi
antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per
drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang
sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.
b. Bronkodilator
Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik
harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila
digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator
lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen
sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap
dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan di rumah sakit,
bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih
sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping
bronkodilator.
c.
Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung
derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan
prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih
baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
3.
Nutrisi adekuat untuk mencegah
starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan
otot bantu napas.
4. Ventilasi
mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada
PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki
simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi
mekanik dengan intubasi.
5. Kondisi
lain yang berkiatan
a) Monitor balans cairan elektrolit
b) Pengeluaran sputum
c) Gagal jantung atau aritmia
6. Evaluasi ketat progesiviti
penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akan
memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang
tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari
penggunaan ventilasi mekanik. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan
intubasi:
a)
Sesak napas berat, pernapasan >
35 x/menit
b)
Penggunaan obat respiratori dan
pernapasan abdominal
c)
Kesadaran menurun
d)
Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg
e)
Asidosis pH < 7,25 dan
hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
f)
Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
g)
Komplikasi lain, gangguan metabolik,
sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif
h)
Penggunaan NIPPV yang gagal
9. Komplikasi
Irman somatri (2009), menyatakan komplikasi pada
pasien COPD meliputi :
a.
Hipoksemia
Di definisikan sebagai penurunan nilai paO2
< 55 mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan mengalami sianosis.
b.
Asidosis
Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2
(hiperkapnea). Tanda yang muncul meliputi nyeri kepala, fatigue, letargi,
dizziness dan takipnea.
c.
Infeksi
respiratori
Infeksi pernapasan akut di sebabkn karena peningkatan
produksi mucus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya
dispnea.
d.
Gagal jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat
penyakit paru), harus di observasi terutama pada klien dengan dispnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien
dengan emfisema berat juga depat mengalami masalah ini.
e.
Kardiak
distritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek
obat atau asidosis respiratori.
f.
Status asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan
asma bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
sering kali tidak berespon terhadap terapi yang biasa di berikan. Penggunaan
otot, bantu pernapasan dan distensi vena leher seringkali terlihat pada klien
dengan asma.
B.
Konsep
Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Data dasar pengkajian
fisik:
a. Aktivitas/
istirahat
Gejala:
1) Keletihan,
kelelahan, dan malaise
2) Ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
3) Ketidakmampuan
untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
4) Dyspnea
pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas
Tanda:
1) Keletihan
2) Gelisah,
insomnia
3) Kelemahan
umum/ kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala:
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda:
1) Peningkatan
TD
2) Peningkatan
frekuensi jantung/ takikardia berat, dan disritmia.
3) Distensi
vena leher (penyakit berat).
4) Edema
dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
5) Bunyi
jantung redup (yang b.d peningkatan diameter AP dada).
6) Warna
kulit/ membrane mukosa: normal atau abu-abu/ sianosis: kuku tabuh dan sianosis
perifer.
7) Pucat
dapat menunjukan anemia.
c. Integritas
ego
Gejala:
1) Peningkatan
factor resiko
2) Perubahan
pola hidup
Tanda:
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/
cairan
Gejala:
1) Mual/
muntah
2) Napsu
makan buruk/ anoreksia (emfisema)
3) Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernapasan
4) Penurunan
BB menetap (emfisema), peningkatan BB menunjukan edema (bronchitis)
Tanda:
1) Turgor
kulit buruk
2) Edema
dependen
3) Berkeringat
4) Penurunan
BB, penurunan massa otot/ lemak subkutan (emfisema)
5) Palpitasi
abdominal dapat menyatakan hepatomegaly (bronchitis)
e. Hygiene
Gejala:
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda:
Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernapasan
Gejala:
1) Napas
pendek (timbul tersembunyi dengan dyspnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja: cuaca atau episode berulangnya sulit napas
(asma): rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas (asma).
2) Batuk
menetap pada produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama min
3 bulan berturut-turut tiap tahun (sedikitnya 2 tahun). Produksi sputum (hujau,
putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)
3) Episode
batuk timbul-hilang, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
4) Riwayat
pneumonia berulang. Terpajan pada polusi kimia/ iritan pernapasan dalam jangka
panjang atau debu/ asap.
5) Factor
keluarga dan keturunan.
6) Penggunaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda:
1) Penapasan,
biasanya cepat, dapat lambat: fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur. Napas
bibir (emfisema)
2) Lebih
memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi
akut bronchitis kronis)
3) Penggunaan
otot bantu pernapasan (meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula,
melebarkan hidung)
4) Dada:
dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk-barrel):
gerakan diafragma minimal.
5) Bunyi
napas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema): menyebar, lembut, atau
krekels lembab kasar (bronchitis): ronkhi, mengi sepanjang area paru pada
ekpirasi dan kemungkinan secara inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak
adanya bunyi napas (asma).
6) Perkusi:
hiperesonan pada area paru (jebakan udara dengan emfisema): bunyi pekak pada
area paru (konsolidasi, cairan, mukosa).
7) Kesulitan
bicara kalimat atau lebih dari4-5 kata sekaligus.
8) Warna:
pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku: abu-abu keseluruhan: warna merah
(bronchitis kronis, biru menggembung).
9) Tabuh
pada jari-jari (emfisema)
g. Keamanan
Gejala:
1) Riwayat
reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ factor lingkungan.
2) Adanya/
berulangnya infeksi.
3) Kemerahan
atau berkeringat (asma)
h. Seksualitas
Gajala:
Penurunan libido.
i. Interaksi
social
Gejala:
1) Hubungan
ketergantungan.
2) Kurang
system pendukung.
3) Kegagalan
dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang terdekat.
4) Peyakit
lama/ ketidakmampuan membaik.
Tanda:
1) Ketidakmampuan
untuk membuat/ mempertahankan suara karena distress pernapasan.
2) Keterbatasan
mobilitas fisik.
3) Kelalaian
hubungan dengan anggota keluarga lain.
j. Penyuluhan/
pembelajaran
Gejala:
1) Penggunaan/
penyalahgunaan obat pernapasan.
2) Kesulitan
menghentikan merokok.
3) Penggunaan
alcohol secara teratur.
2.
Diagnosa keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum
b.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia dan mual muntah.
3.
Intervensi
a.
Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Tujuan :
setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria
hasil
1)
Suara nafas vesikuler
2)
Menunjukkan jalan nafas paten
3)
RR 16-20x/menit
4)
SaO2 100%
5)
Batuk (-)
6)
Sekret berkurang
7)
Tidak terjadi dispnea
Intervensi:
Kaji
1)
Kaji frekuensi pernafasan
2)
Kaji bunyi nafas
Mandiri
1)
Catat adanya derajat dispnea
2)
Observasi karakteristik batuk
3)
Berikan posisi semi fowler/ nyaman
4)
Lakukan suction
Kolaborasi
1)
Pemberian O2
2)
Pemberian obat sesuai indikasi
Edukasi
Beri penkes tentang bahaya penyakit
dan faktor penyebab yang harus di hindari.
b. Dx 2: Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Tujuan: setelah dilakuakan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
1)
Pola napas efektif
2)
Bunyi nafas tambahan (-)
3)
TTV normal
4)
RR 16-20x menit
5)
Melaporkan penurunan dispnea
6)
Menunjukkan perbaikan laju aliran ekpirasi
7)
Sianosis(-)
Intervensi
Kaji
1)
Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
2)
Kaji bunyi napas
3)
Kaji pola napas
4)
Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran
mukosa
Mandiri
1)
Observasi TTV
2)
Beri posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
3)
Lakukan suction
4)
Lakukan palpasi
Kolaborasi
1)
Pemberian okigen
2)
Berikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Beri penkes tentang penyakit, pengobatan dan faktor
resiko kepada klien dan keluarga.
c.
Dx 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.
Tujuan :setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam anoreksia dan mual muntah
berkurang.
Kriteria hasil :
1)
Nafsu makan meningkat
2)
Mual muntah berkurang
3)
IMT normal
Intervensi:
Kaji
1)
Kaji adanya alergi makanan
2)
Kaji kebiasaan diet
3)
Kaji bunyi usus
Mandiri
1)
Beri perawatan oral
2)
Timbang BB sesuai indikasi
3)
Hindari makanan penghasil gas
4)
Hindari makanan yang sangat panas dan sangat dingin
5)
Beri makan porsi kecil tapi sering
Kolaborasi
1)
Beri vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
2)
Konsul ahli
gizi untuk memberikan nutrisi yang seimbang.
4. Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
a. Dx 1: : Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Kaji
1)
Mengkaji frekuensi pernafasan
2)
Mengkaji bunyi nafas
Mandiri
1)
Mencatat adanya derajat dispnea
2)
Mengobservasi karakteristik batuk
3)
Memberikan posisi semi fowler/ nyaman
4)
Melakukan suction (tindakan membersihkan jalan nafas
dengan memakai kateter penghisap)
Kolaborasi
1)
Memberikan O2
2)
Memberikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Memberikan penkes tentang bahaya
penyakit dan faktor penyebab yang harus di hindari.
b. Dx 2: Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.
Kaji
1)
Mengkaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi
dada
2)
Mengkaji bunyi napas
3)
Mengkaji pola napas
4)
Mengkaji atau awasi secara rutin kulit dan warna
membran mukosa
Mandiri
1)
Mengobservasi TTV
2)
Memberikan posisi semi fowler untuk memaksimalkan
ventilasi
3)
Melakukan suction
4)
Melakukan palpasi
Kolaborasi
1)
Berikan okigen
2)
Berikan obat sesuai indikasi
Edukasi
Memberikan penkes tentang penyakit, pengobatan dan
faktor resiko kepada klien dan keluarga.
c.
Dx 3:Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.
Kaji
1)
Mengkaji adanya alergi makanan
2)
Mengkaji kebiasaan diet
3)
Mengkaji bunyi usus
Mandiri
1)
Memberikan perawatan oral
2)
Menimbang BB sesuai indikasi
3)
Menghindari makanan penghasil gas
4)
Menghindari makanan yang sangat panas dan sangat
dingin
5)
Memberikan makan porsi kecil tapi sering
Kolaborasi
1)
Memberikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi
2)
Berkonsultasi pada ahli gizi untuk memberikan nutrisi yang seimbang.
5.
Evaluasi
Tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kritreia
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
a.
Dx 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
S :klien mengatakan batuk berkurang
Klien mengatakan dahak berkurang
O :Menunjukkan jalan nafas paten
Suara nafas bersih
RR, 16-20 x/m
A :Masalah teratasi
P :Intervensi dihentikan
b.
Dx 2: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen.
S :Klien
mengatakan sudah tidak ada bunyi nafas tambahan
Pola nafas nya normal
Sesak nafas berkurang
Kebiruan dikulit berkurang
O :Pola nafas efektif
Bunyi nafas berkurang
TTV normal
Sianosis berkurang
A :Masalah teratasi
P :Intervensi dihentikan
c.
Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia dan mual muntah.
S :Klien mengatakan nafsu makan meningkat
Klien mengatakan sudah tidak lemas
O :Porsi makan meningkat
IMT normal
A :Masalah teratasi
P :Intervensi di hentikan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPOK adalah penyakit paru yang berlangsung lama dengan karakteristik adanya
hambatan aliran udara disaluran nafas serta adanya respons inflamasi paru
terhadap gas berbahaya. Penyebabnya adalah kebiasaan merokok, polusi udara,
paparan debu , asap dan gas-gas kimiawi, faktor usia dan jenis kelamin, adanya
infeksi sitem pernafasan akut seperti:
pneumonia, bronkhitis dan asma, dan kurangnya alfa anti tripsin. Tanda
dan gejalanya adalah batuk, sputum putih/mukoid, jika ada infeksi menjadi
purulen, batuk dada tong pada penyakit lanjut, sesak nafas, mengi atau wheezing, ekspirasi yang memanjang, dan
penggunaan otot bantu nafas. Setelah kami kaji dan diberikan askep didapatkan
data yang sesuai dengan di teori mulai dari pengkajian yang tanda gejalanya
terdapat bunyi wheezing, sesak nafas, batuk, sputum berwarna putih. Diagnosa
yang ditemui yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak
efektif, dan gangguan pertukaran gas. Kasus dari klien kami sudah mendapatkan
penanganan sesuai dengan diagnosa yang didapatkan sehingga status kesehatannya
mulai membaik.
B. Saran
Dengan
mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang
perawat profesional dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan
pasien yang mengalami PPOK sehingga dapat melakukan pertolongan segera.